My Life Inspiration Part 1

Hidup adalah bahagia.
Hidup adalah cerita yang patut untuk disajikan kepada semua orang. Apakah hidup bahagia? Ataukah sedih? Ini adalah hidup. Kata sang bapak, hidup itu harus memiliki ilmu dan amal, ilmu pengetahuan tinggi yang nantinya dapat diamalkan kepada orang-orang disekitarnya. Selalu itu yang teringat dalam pikiran gadis bungsu tiga bersaudara ini. Meski kini ia telah menginjak bangku kuliah, ia sering dianggap masih kecil diantara kedua kakak-kakaknya.
Dian Prameswari, begitu nama lengkapnya. Dua kata itu adalah pemberian kedua orang tuanya. Ia kini sedang merantau untuk mencari ilmu, untuk mengubah nasib keluarganya. Meski kini kehidupan kedua orang tuanya sudah dapat dikatakan layak, namun ia tetap ingin selalu menuntut ilmu. Ya. Kata-kata bapaknya yang selalu mengingatkannya. Perempuan memang kodratnya menjadi ibu rumah tangga seperti ibumu, namun jika kamu memiliki ilmu yang tinggi, kamu akan memiliki anak-anak penerus bangsa yang cerdas. Ya seperti itu.
“Dian, kamu nggak berangkat kuliah? Sudah jam 7 nih” panggil teman kostnya, Anna.
“Oh iya, Na. Ini beres-beres buku” jawab Dian.
Sudah dua tahun ini Dian menuntut ilmu di kota orang. Rasa rindu selalu menghampirinya, apalagi masakan sang ibu dan nasehat sang bapak yang sangat ia rindukan. Dunia yang dulu ia rasa sempit, kini ia rasa sangat luas.
“Di, aku dengar, kemaren kakakmu dateng ke kost ya?” tanya Anna sepanjang perjalanan menuu kampus.
“Iya, Na. Aku diminta pulang” jawab Dian tampak kusut wajahnya.
“Ada apa, Di? Ada sesuatu yang terjadi dengan bapak dan ibu?” tanya Anna.
“Enggak, Na. Kata mas Bayu, pulang aja dulu. Makanya itu aku penasaran, sebenarnya ada masalah apa. Aku takut aja, Na” jawab Dian.
Seminggu berlalu, pikiran Dian masih saja mengenai pembicaraannya dengan Bayu. Ia tak mengerti mengapa tiba-tiba kakaknya datang ke Jogja untuk menemuinya. Ia melihat lagi photo keluarga yang sengaja ia letakkan di atas meja sebagai obat rindunya.
><>< 
12 tahun lalu.
“Pak, mbak Alya juara tari lho. Dian pingin deh kayak mbak Alya” kata Dian sewaktu mengetahui sang kakak menjuarai lomba tari tingkat kabupaten.
“Oh iya? Dimana mbak Alya? tanya bapak yang sedari tadi membaca koran.
“Di kamar, pak” jawab Dian.
Ketiga saudara ini saling sayang-menyanyangi, mereka selalu diajarkan sang bapak dan ibu untuk mencintai sesama saudara, karna kalau bukan kita yang mencinta, siapa lagi? Jangan sampai tali silaturahmi putus hanya karna iri dan dengki.
Keluarga ini memang hidup sederhana, mereka hanya mengandalkan gaji sang bapak sebagai seorang guru dan sang ibu hanya menjahit. Dian tak pernah tahu bahwa kedua kakaknya kadang membantu sang ibu menyetorkan pakaian-pakaian ke pelanggan ibu.
“Bu, mbak Alya dan mas Bayu kemana ya? Kok dari pagi nggak kelihatan?” tanya Dian saat sarapan.
“Mungkin ke rumah temen, nduk. Atau mengerjakan PR di rumah temen” jawab sang ibu.
Seperti anak SD lainnya, setiap hari minggu ia bermain ke rumah temannya. Kadang bermain bersama, kadang belajar bersama. Jika bermain bersama teman-temannya, mereka menjelajahi sawah di desa dan biasanya memancing adalah kegiatan terakhir mereka. Masa kecil bahagia itu yang dialami Dian bersama ketiga teman-temannya, Adam, Kinan dan Malik.
“Dian, nanti kalau udah gedhe mau jadi apa?” tanya Adam.
“Jadi dokter, biar bisa bantu orang sakit. Kalau kalian jadi apa?” tanya balik Dian.
“Aku mau jadi pilot, biar bisa pergi kemanapun” jawab Adam tersenyum membayangkan jika ia jadi pilot.
“Aku mau jadi guru, biar semua orang pinter” sahut Kinan.
“Kalau aku, mau beternak sapi” jawab Malik.
Dian, Adam dan Kinan terbelalak mendengar jawaban Malik. Mereka tampak bingung. Tanda tanya.
“Bapak pernah bilang, sapi di rumah banyak, dan kalau kita mau memeliharanya dengan baik akan menghasilkan susu yang banyak. Semua orang minum susu, jadi bisa dapet uang banyak” jawab Malik mengikuti kata-kata bapaknya.
“Nanti bagi-bagi ke kami ya, Malik” sahut Kinan.
Keempatnya tersenyum dan tertawa bahagia. Apapun cita-cita mereka, mereka akan berusaha meraihnya. Sesampai di rumah, Dian menceritakan kegiatan memancingnya kepada bapak dan ibu. Pak Syafii dan bu Yanti tersenyum mendengarnya.
Ketika malam tiba, semua dikira telah tertidur oleh Dian. Ia menatap disebelahnya, ibu dan Alya tidak ada. Ia kaget dan melangkah keluar kamar. Ia berdiri karena ia masih tidak mengerti apa yang terjadi dengan Alya. Alya menangis.
“Bapak... Ibu... Mbak Alya...” ucap Dian.
“Dian.” kata pak Syafii kaget.
“Dian, ikut ibu ke dalam” ajak bu Yanti.


 To Be Continued...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanian (Part 2)

Sekapur Sirih tentang Pertanian

My Article