My Life Inspiration Part 3
><><
“Di, kamu lamunin apa? Di depan ada
Arlan tuh” sapa Ana kembali melihat Dian melamun memandang photo keluarganya.
“Iya, Na” jawab Dian tersenyum.
Ia beranjak dari kursinya menuju
ruang tamu. Wajah kekasih itu tersenyum manis dengan untaian kata-kata yang
masih tersimpan indah dalam lubuk hati keduanya. Bukan hal mudah bagi Dian
untuk memutuskan hubungan yang dijalaninya bersama Arlan, karena ia tahu pasti
akan ada yang memandang sebelah mata.
“Di, kamu kenapa?” tanya Arlan.
“Nggakpapa kok, Ar. Gimana penelitiannya?
Lancarkah?” tanya Dian mencoba tersenyum.
“Alhamdulillah. Minggu tenang besok
kamu nggak balik rumah lagi? Sudah lama kamu nggak lihat bapak ibu kamu, Di. Nggak
kangen apa?” tanya Arlan memandang Dian.
“Ya sepertinya aku balik rumah, Ar”
jawab Dian.
“Di, kamu sebenernya kenapa? Nggak biasanya
kayak gini, kita sudah lama kenal lho” tanya Arlan.
Seberapa banyak pertanyaan yang
diajukan Arlan untuk Dian, tetap saja nihil. Dian membisu, karena ia tak tahu
pasti apa yang telah terjadi dengan keluarganya di desa. Dua tahun. Waktu yang
menurutnya lama untuk tidak berjumpa mereka.
Minggu pagi, Dian menuju desa
tercintanya.
Disana ia dijemput sang kakak,
Bayu. Tampak jelas wajah kesedihan dalam diri Bayu. Entah perasaan apa yang
sekarang dirasakan Dian. Ia merasa bersalah tidak pernah pulang selama dua
tahun terakhir hanya karena masalah keluarga.
“Kenapa baru hari ini kamu
baliknya, Di? Kapan masmu ini minta kamu balik rumah?” tanya Bayu penuh amarah.
“Apa yang terjadi, mas? Dian masih
ada kuliah yang nggak bisa ditinggalin, mas” tanya Dian penuh harap.
Hal yang terduga sebelumnya oleh
Dian terjadi. Sesampainya di rumah, ia melihat Alya dan keluarganya
memandangnya penuh air mata. Sekejap Dian memeluk sang ibu dan tak ingin
mendengar yang telah terjadi. Air matanya tumpah dengan rintihan tangis.
“Ibuuuu, maafin Dian” bisik Dian
saat memeluk ibundanya.
Apapun yang terjadi, sudah terjadi.
Apapun itu tak bisa terulang kembali. Apa yang diputuskan Dian, tak akan
mengembalikan kebersamaan yang dulu pernah terasa olehnya. Bersama orang-orang
tersayang adalah kebahagiaannya.
“Mas Bayu, tolong ceritakan
sebenarnya” pinta Dian.
Semenjak Dian memutuskan kuliah
kedokteran di universitas ternama di Yogyakarta, bapak dan ibu bekerja keras
untuk membiayai kuliah sibungsu. Pada saat itu juga, Bayu menginjak semester
akhir dimana harus merancang penelitiannya.
Dan penelitian yang dilaksanakan
Bayu tidak membutuhkan biaya yang sedikit. Bayu harus banyak uji coba, ketika
gagal, ia harus mengulangnya hingga ia dapat menyelesaikannya. Tidak berhenti
disitu saja, pada semester-semester tua seperti Bayu, keperluan untuk kuliah
kerja lapangan, praktik kerja lapang juga membutuhkan biaya.
Bagaimana bapak dan ibu mereka
dapat membiayai kedua anaknya? Banyak hutang-hutang kesana-kemari untuk
membiayai keduanya. Gaji guru dan penjahit masih belum dapat mengurangi
keperluan hidupnya. Ditambah uang pemberian Alya yang hanya bisa digunakan untuk
keseharian mereka.
Bapak banting tulang hingga tak
kenal lelah, hingga ada penyakit yang menggerogotinya pun disembunyikannya,
karena tak ingin merepotkan ketiga anaknya. Jika bapak dan ibu menelphone
ketiga anaknya, ia berusaha untuk menyembunyikan kesehatannya.
Satu setengah tahun diketahui
penyakitnya, dua minggu lalu diketahui Alya dan Bayu. Keduanya berusaha
mengobati bapak agar sembuh dan seperti dulu lagi. Namun Allah berkehendak
lain, tiga hari lalu bapak telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
“Mas, kalau saja waktu itu mas Bayu
jujur. Dian pasti pulang” kata Dian tersedu-sedu.
“Sudahlah Dian. Semuanya sudah
terjadi. Sabar dan berdo’a buat bapak” hibur Alya.
“Apa salah Dian? Kenapa semuanya
nggak ada yang ngasih tau? Ya Dian salah, Dian nggak balik rumah selama dua
tahun. Tapi Dian selalu komunikasi kan” tanya Dian memprotes.
Tiba-tiba saja Dian pingsan karena
tidak tahan dengan keadaan yang sekarang telah terjadi. Ia merasakah kehilangan
yang amat mendalam. Diantara kedua kakaknya, ia yang paling dekat dengan bapak.
Ia yang nurut perkataan bapak, tak pernah sekalipun mengecewakan bapak.
Namun dua tahun lalu ketika ia
diterima kuliah. Dengan penuh ambisi, ia bersikeukeuh untuk kuliah tanpa melihat keadaan ekonomi keluarganya. Saat
itu ia ingin seperti Alya, kakaknya yang sukses menjadi dokter.
Penyesalan yang hanya ada dalam
diri Dian. Kalau saja waktu itu... kalau saja ia...
Bagaimana bisa ia tak melihat jasad
terakhir bapaknya? Ini seperti mimpi buruk yang tak ingin terjadi dalam kisah
nyata.
Alya segera memeriksa keadaan Dian.
Meski Dian telah tersadar, beberapa menit kemudian ia pingsan kembali mengingat
kesalahannya. Belum cukup ia membahagiakan kedua orang tuanya.
To Be Continued
Komentar
Posting Komentar